Analisis Tindak
Tutur Pedagang dan Pembeli Pakaian
di Pasar
Tradisional Dukun Gresik
(Kajian
Pragmatik)
Oleh
Siti Mudrikah
Abstrak: Penelitian tentang tindak tutur pedagang dan pembeli pakaian ini
dilatarbelakangi oleh banyaknya interaksi yang berlangsung antara pedagang dan
pembeli dalam kegiatan jual beli pakaian dengan menggunakan tuturan secara
tidak langsung. Tuturan tidak langsung tersebut mengandung tindakan yang mana
hanya pedagang dan pembeli yang dapat memahami isi dan tujuannya sehingga
peneliti tertarik untuk menelitinya. Berdasarkan latar belakang tersebut,
tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan tindak tutur asertif, direktif,
ekspresif, komisif, dan deklaratif yang dilakukan oleh pedagang dan pembeli
pakaian. Hasil penelitian ini meliputi (1) wujud penggunaan tindak asertif
yang dilakukan pedagang dan pembeli pakaian sebanyak 74 tuturan yang meliputi
menyatakan, mengeluh, mengakui, menunjukkan, memberikan kesaksian, menyebutkan,
berspekulasi, mengklaim, menegaskan, dan memberi tahu; (2) tindak tutur ilokusi
direktif digunakan pedagang dan pembeli pakaian dengan jumlah 118 tuturan.
Wujud tuturan tersebut adalah meminta, mengajak, memaksa, menyarankan,
mendesak, memerintah, memohon, menantang, membolehkan, pertanyaan, melarang, dan
menolak; (3) tindak tutur ilokusi ekspresif yang digunakan pedagang dan
pembeli pakaian berjumlah 18 tuturan dengan wujud berterima kasih, meminta
maaf, dan mengkritik; (4) tindak tutur ilokusi komisif yang digunakan
pedagang dan pembeli pakaian sebanyak 18 tuturan. Tuturan tersebut mencakup
berjanji, bersumpah, dan menawarkan sesuatu; (5) tindak ilokusi deklaratif
hanya ditemukan peneliti dalam tuturan pedagang dengan jumlah 8 tuturan, yaitu
berpasrah dan menggolongkan.
Kata Kunci: Tindak tutur, tindak ilokusi,
asertif, direktif, ekspresif, komisif,
deklaratif, pedagang pakaian, pembeli pakaian
Tindak tutur
ilokusi adalah tindak tutur yang isinya menyatakan sesuatu, jenis komunikasinya
bersifat interpersonal sedangkan isinya mengandung tindakan. (Tarigan,
2009:35). Tindak tutur ilokusi sering dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satunya dapat ditemukan pada aktivitas jual beli pedagang di pasar. Dalam
kegiatan jual beli antara pedagang dan pembeli pakaian banyak menggunakan
tuturan-tuturan tidak langsung. Tuturan tidak langsung tersebut hanya mereka
yang dapat memahami maksud dan tujuannya. Dikatakan tuturan tidak langsung
karena bentuk tuturan tidak sesuai dengan fungsi tuturan tersebut. Misalnya,
tuturan berbentuk deklaratif tetapi berfungsi imperatif, tuturan introgatif
memiliki fungsi memerintah, dan sebagainya. Hal tersebut penting untuk
dilakukan penelitian.
Berdasarkan
latar belakang di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
tindak tutur asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif yang
dilakukan oleh pedagang dan pembeli pakaian di pasar tradisional Dukun Gresik. Bagi
pedagang dan pembeli, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan
pengertian dan pemahaman dengan tepat mengenai sebuah tuturan yang memiliki
makna tersirat.
Tindak tutur
pedagang dan pembeli pakaian dapat dikaji dalam kajian tindak tutur ilokusi
karena tuturan-tuturan yang digunakan pedagang maupun pembeli mengacu pada
makna tersirat dalam suatu tuturan. Searle (dalam Marzuqi, 2016:109)
menggolongkan tindak tutur ilokusi ke dalam lima wujud tuturan, yaitu asertif,
direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif.
Menurut Rahardi
(2009:17), yang dimaksud dengan tindak tutur asertif adalah bentuk tutur yang
mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang sedang diungkapkannya dalam
tuturan itu. Wujud tutur asertif mencakup menyatakan, menyarankan, membual,
mengeluh, menuntut, mengakui, menunjukkan, melaporkan, memberikan kesaksian,
menyebutkan, berspekulasi, dan mengklaim. Adapun tindak tutur direktif adalah tindak
tutur yang dimaksudkan oleh penuturnya untuk membuat pengaruh agar lawan tutur
melakukan tindakan-tindakan yang dikehendakinya. Jenis tuturan ini antara lain
tuturan meminta, mengajak, memaksa, menyarankan, mendesak, menyuruh, menagih,
memerintah, memohon, menantang, dan memberi aba-aba. Yule (2006:93) berpendapat
bahwa tindak tutur ekspresif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu
yang dirasakan oleh penutur. Tindak tutur tersebut mencerminkan
pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan,
kesulitan, kesukaan, kebencian, atau kesengsaraan. Marzuqi (2010:111)
menyatakan tindak tutur komisif merupakan tindak tutur yang digunakan untuk
menyatakan janji atau penawaran tertentu seperti berjanji, bersumpah,
menyatakan kesanggupan, dan menawarkan sesuatu. Menurut Marzuqi (2016:112),
tindak tutur deklaratif adalah tindak tutur yang menghubungkan antara isi
tuturan dengan kenyataannya, misalnya berpasrah, memecat, mambabtis, memberi
nama, mengangkat, mengucilkan, menggolongkan, mengampuni, memaafkan, dan
menghukum.
METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kualitatif postpositivisme yang bersifat deskriptif. Data dalam penelitian ini berupa
tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan yang dihasilkan antara
pedagang dan pembeli pakaian. Data yang dimaksud adalah tuturan pedagang dan
pembeli pakaian di pasar tradisional Dukun Gresik yang berupa tindak tutur
ilokusi, yaitu asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif. Data
tersebut berupa kata-kata dan tindakan. Adapun sumber data
pada penelitian ini adalah pedagang dan pembeli pakaian di pasar tradisional
Dukun Gresik. Penelitian tersebut berlangsung selama satu bulan dan secara
keseluruhan setting yang digunakan adalah pasar tradisional Dukun Gresik.
Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
teknik observasi, rekam, simak, dan catat dengan menggunakan instrumen
penelitian lembar observasi, alat perekam, dan lembar korpus data.
Adapun prosedur
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: (1) menetapkan fokus penelitian;
(2) menetapkan setting penelitian. Setting dalam penelitian ini
adalah pasar tradisional Dukun Gresik; (3) melakukan observasi atau pengamatan
terhadap tuturan ilokusi yang berupa asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan
deklaratif yang digunakan pedagang dan pembeli pakaian; (4) merekam tuturan
yang sedang diucapkan oleh pedagang dan pembeli pakaian; (5) menyimak tindak
tutur ilokusi asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif yang telah
diucapkan oleh pedagang dan pembeli pakaian; (6) mencatat tindak tutur ilokusi
asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif antara pedagang dan
pembeli pakaian dalam tabel korpus data.
Sesuai dengan
pendekatan penelitian ini, yakni pendekatan deskriptif kualitatif,
penganalisisan data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, yaitu
mendeskripsikan data-data berupa tuturan lisan antara pedagang dan pembeli
pakaian yang diperoleh dari lapangan dan selanjutnya dianalisis dan ditafsirkan
sehingga pembaca dapat memahaminya. Adapun langkah-langkah konkret
penganalisisan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) mentranskrip
data yang diperoleh dari tuturan pada kertas apa adanya sehingga didapatkan
data yang asli; (2) mengidentifikasi
data yang terdapat pada lembar korpus data; (3) mengklasifikasikan
data yang berupa tuturan ilokusi asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan
deklaratif antara pedagang dan pembeli pakaian; (4) menginterpretasi
tindak tutur ilokusi asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif yang
terjadi pada pedagang dan pembeli pakaian di pasar tradisional Dukun Gresik; (5)
menganalisis
tindak tutur ilokusi asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif yang
terdapat pada lembar korpus data; (6) menyimpulkan tindak tutur ilokusi asertif
antara pedagang dan pembeli pakaian di pasar Dukun Gresik.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Tindak Tutur Asertif antara Pedagang dan Pembeli Pakaian
Tindak tutur
asertif adalah tindak tutur yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang
sedang diungkapkannya. Wujud tutur asertif yang ditemukan peneliti pada tuturan
pedagang dan pembeli pakaian di pasar tradisional Dukun Gresik meliputi menyatakan,
mengeluh, mengakui, menunjukkan, memberikan kesaksian, menyebutkan, berspekulasi,
mengklaim, menegaskan, dan memberi tahu.
Tindak asertif
menyatakan digunakan pedagang baju anak-anak ketika pembeli menawar harga baju
dan celana sesuai dengan harga yang dikehendakinya, yaitu seratus ribu rupiah.
Merasa harga yang diberikan kepada pembeli sudah sangat murah, pedagang menolak
tawaran pembeli dengan memberikan informasi berupa pernyataan kalau harga
seratus tiga puluh ribu rupiah merupakan harga yang diberikan kepada pembeli
yang sudah menjadi pelanggannya. Pernyataan tersebut mempunyai tujuan, yaitu
membuat pembeli merasa menjadi pelanggannya yang diberikan harga baju dan
celana lebih murah dari pembeli yang lainnya. Uraian di atas dapat kita amati
pada tuturan di bawah ini.
(1)
Pedagang: “Satos telong poloh wes harga langganan.
(Seratus tiga puluh sudah harga
langganan.)”
Asertif
mengeluh dilakukan pembeli ketika pedagang memberi tahu harga satu pasang baju jarek
adalah seratus lima puluh lima ribu rupiah. Bagi pembeli, harga yang diberikan
pedagang terlalu mahal. Pembeli menyampaikan keluhannya tersebut dengan cara
membandingkan harga baju di pedagang lain jauh lebih murah, yaitu hanya seratus
empat puluh ribu rupiah. Tuturan yang diutarakan pembeli tersebut tidak hanya
bermakna mengeluh tetapi memiliki tujuan tertentu, yakni ingin mendapatkan baju
dengan harga yang lebih murah dari harga yang ditetapkan pedagang. Analisis di
atas dapat kita amati pada tuturan pembeli berikut ini.
(2)
Pembeli: “Halah cek adoe. Iku mau seng ndok
kono cumak satos patang poloh. Sayange
gak cocok warnae. (Jauh sekali. Itu
tadi yang di sana hanya seratus empat puluh. Hanya saja tidak cocok warnanya.)”
Adapun tindak asertif
mengakui dapat diamati pada tuturan pembeli berikut ini.
(3)
Pembeli: “Aku wingi gek tas tuku loh telong poloan.
(Saya kemarin baru beli lo tiga
puluhan.)”
Hal yang melatarbelakangi adanya tuturan (3) adalah ketika pedagang
memberi tahu harga kaos yang ingin dibeli pembeli, yaitu empat puluh lima ribu
rupiah. Menurut pembeli harga kaos tersebut terlalu mahal jika dibandingkan dengan
harga kaos yang pernah ia beli sebelumnya. Melalui tuturan (3) pembeli mengaku
pernah membeli kaos dengan merek dan model yang sama seperti yang ditawarkan
pedagang hanya dengan harga tiga puluh ribu rupiah. Makna yang terdapat pada
tuturan (3) tidak hanya memberikan pengakuan, tetapi ada makna lain, yaitu
pembeli menginginkan pedagang memberikan kaos dengan harga tiga puluh ribu
rupiah.
Kegiatan tindak
asertif menunjukkan dapat kita temukan pada tuturan pedagang saat pedagang
berusaha menunjukkan model celana pendek dengan berbagai macam pilihan warna,
yaitu orange, biru, dan biru dongker. Tuturan pedagang tersebut tidak hanya
sekedar menunjukkan berbagai warna celana pendek, melainkan memiliki maksud
tertentu, yaitu memengaruhi pembeli agar tertarik dan mau membeli celana pendek
yang ditawarkannya. Analisis di atas dapat kita amati pada tuturan berikut.
(4)
Pedagang: “Onok, tapi yo seje ukuran. Iki onok orange,
biru, biru dongker. (Ada,
tetapi beda ukuran. Ini ada orange, biru,
dan biru dongker.)”
Tindak asertif memberikan kesaksian terdapat
pada tuturan pembeli berikut ini.
(5)
Pembeli : “Iku
seng koyok wingi nah, suwek. (Itu yang seperti kemarin,
sobek.)”
Konteks tuturan pada data nomor (5) terjadi ketika pedagang
menunjukkan salah satu model celana kepada pembeli dengan bertutur “Onok
seng ngene, rodok cilik. (Ada yang seperti ini, agak kecil.)”. Setelah
mengetahui model celana dari pedagang, pembeli bukannya tertarik tetapi ia
justru memberikan kesaksian dengan menginformasikan bahwa celana yang
ditunjukkan pedagang modelnya sama dengan yang dia beli kemarin. Kesaksian yang
diutarakan pembeli tersebut bertujuan agar pedagang menawarkan model celana
yang lain.
Adapun asertif
menyebutkan terdapat pada tuturan pedagang di bawah ini.
(6)
Pedagang: “Wes tak pasno ae. Satos suwidak mbek
satos seket, telongatos sepoloh.
(Saya paskan saja. Seratus enam puluh
dengan seratus lima puluh, tiga ratus sepuluh.)”
Konteks tuturan (6) terjadi ketika pembeli ingin mengetahui harga
dua pasang rok. Melalui tuturan (6) pedagang menyebutkan masing-masing harga
dua pasang baju yang ingin dibeli oleh pembeli. Hal tersebut dapat kita
amati pada kalimat satos suwidak mbek satos seket, telongatos sepoloh.
(Seratus enam puluh dengan seratus lima puluh, tiga ratus sepuluh.)” yang
terdapat pada tuturan (6).
Asertif
berspekulasi digunakan pembeli ketika pedagang menujukkan model celana pendek
kepada pembeli kemudian pembeli memilih ukuran celana pendek untuk anaknya.
Karena pembeli tidak tahu pasti berapa ukuran celana pendek anaknya, pembeli
hanya dapat mengira-ngira. Hal tersebut terdapat pada tuturan di bawah ini.
(7)
Pembeli: “Iki pas koyoe. (Ini pas sepertinya.)”
Tindak
mengklaim hanya ditemukan peneliti pada tuturan pedagang. Tuturan tersebut adalah:
(8)
Pedagang: “Ukuran ageng niku, Buk. Sangang poloh gak
oleh. Pokok seratus ke atas, Buk.
(Ukuran besar itu, Buk. Sembilan
puluh tidak boleh. Pokoknya seratus ke atas, Buk.)”
Konteks tuturan (8) adalah ketika pembeli menawar harga celana.
Pembeli menginginkan harga celana sebesar sembilan puluh ribu rupiah. Penanda
tuturan (8) dikatakan sebagai tindak tutur asertif mengklaim adalah terdapat
pada tuturan “Pokok seratus ke atas, Buk. (Pokoknya seratus ke atas, Buk.)”.
Pada tuturan tersebut pedagang menetapkan dan menuntut harga celana yang dijual
di atas seratus ribu rupiah. Tuturan tersebut memiliki maksud lain, yakni agar
pembeli mau menaikkan harga celana dari harga yang sebelumnya.
Tindak tutur
berwujud menegaskan dapat diamati pada tuturan pembeli di bawah ini.
(9)
Pembeli : “Iku
ukuran L kan? (Itu ukuran L kan?)”
Pada tuturan di atas, pembeli takut jika baju koko yang ia beli
untuk suaminya tidak muat. Agar tidak salah memilih ukuran baju, pembeli
menanyakan kembali ukuran baju yang ia beli kepada pedagang. Pertanyaan
tersebut dimaksudkan untuk menegaskan dan mencari kejelasan kepada pedagang
terkait ukuran baju koko yang dibelinya.
Wujud tindak
asertif memberi tahu yang digunakan oleh pedagang terdapat pada tuturan di
bawah ini.
(10)
Pedagang: “Satu
dua puluh angsal kurang, Buk. Gak oleh kurang lak
ramayana.” (Satu dua puluh boleh kurang, Buk. Tidak
boleh kurang itu ramayana.)
Pada tuturan tersebut, pedagang memberikan informasi sesuai dengan
kenyataan di lapangan bahwa harga celana di ramayana tidak boleh ditawar.
Sebaliknya, harga celana yang ia jual di pasar masih bisa ditawar. Pada tuturan
tersebut pedagang bermaksud memberi tahu kepada pembeli bahwa harga celana yang
dijual berkisar di bawah seratus dua puluh ribu rupiah. Hal itu dimaksudkan
pedagang untuk mempengaruhi pembeli agar pembeli membeli celana yang dijual.
Tindak Tutur Direktif antara Pedagang dan Pembeli Pakaian
Tindak tutur
direktif merupakan tindak tutur yang dimaksudkan oleh penuturnya untuk membuat
pengaruh agar lawan tutur melakukan tindakan-tindakan yang dikehendakinya. Wujud
tutur direktif yang ditemukan peneliti pada tuturan pedagang dan pembeli
pakaian di pasar tradisional Dukun Gresik, yaitu meminta, mengajak, memaksa,
menyarankan, mendesak, memerintah, memohon, menantang, membolehkan, pertanyaan,
melarang, dan menolak.
Salah satu
bentuk wujud tindak direktif meminta dapat diamati pada tuturan di bawah ini.
(1)
Pedagang: “Durung oleh, Mbak. Tambahono limangewu yo? (Belum boleh,
Mbak. Tambah lima ribu ya?)”
Tuturan tersebut tidak bermakna pertanyaan, tetapi mengandung makna
meminta dengan maksud agar pembeli mau menaikkan harga kaos dan celana menjadi
lebih mahal dari harga yang dikehendakinya. Harga yang dikehendaki pembeli
adalah sembilan puluh ribu rupiah. Sebaliknya, pedagang merasa harga tersebut
terlalu murah sehingga dia meminta uang tambahan sebesar lima ribu rupiah
kepada pembeli.
Adapun tindak
direktif mengajak adalah terdapat pada tuturan pembeli berikut.
(2)
Pembeli: “Celonoe mau endi? Wes, ndang ayo ditotal
karo kaos abu- abu. (Celananya tadi mana?
Sudah, ayo ditotal sama kaos abu-abu.)”
Pada tuturan tersebut pembeli mengajak pedagang untuk menjumlah
berapa harga celana dan kaos warna abu-abu. Ajakan pembeli tersebut dapat kita
amati pada kalimat sudah, ayo ditotal sama kaos abu-abu. Pada tuturan tersebut
pembeli melakukan tindak ilokusi direktif mengajak dengan ditandai adanya kata ayo
pada kalimat tersebut. Kata ayo adalah ciri kalimat yang mengandung
makna ajakan.
Tindak direktif
memaksa yang dilakukan oleh pembeli pakaian di pasar tradisional Dukun Gresik
di antaranya adalah terdapat pada tuturan berikut.
(3)
Pembeli: “Wes, telongatos susuono sepoloh ewu. Wes,
ndang age. (Yasudah, tiga ratus
kembalikan sepuluh ribu. Udah, cepat.)”
Pada tuturan (3), konteks tuturan terjadi ketika pembeli menawar
harga baju. Pembeli berusaha keras untuk mendapatkan baju dengan harga yang
murah. Tuturan di atas dapat dikatakan sebagai tindak derektif berwujud memaksa
karena pada tuturan tersebut pembeli seakan-akan memaksakan kehendaknya. Hal
itu dapat diamati pada kalimat wes, ndang age (Udah, cepat). Kalimat wes
ndang age (Udah cepat) yang terdapat pada tuturan (3) bukan merupakan
kalimat perintah, melainkan kalimat paksaan. Kalimat tersebut bertujuan memaksa
pedagang untuk memberikan harga baju sebesar dua ratus sembilan puluh ribu
rupiah.
Berikut adalah
salah satu tuturan direktif berwujud menyarankan yang dilakukan oleh pedagang
pakaian di pasar Tradisional Dukun Gresik.
(4)
Pedagang: “Oh, dua sembilan ae nek ngonow. (Oh, dua sembilan saja kalau begitu.)”
Konteks terjadinya tuturan (4) di atas adalah ketika pembeli
mencoba celana ukuran dua puluh delapan yang ditawarkan pedagang tidak muat.
Mengetahui hal itu, pedagang berusaha mempertahankan pembeli agar tidak pergi
ke pedagang lain dengan cara memberikan saran kepada pembeli agar dia mengambil
celana dengan ukuran yang lebih besar, yaitu ukuran dua puluh sembilan.
Bentuk direktif
mendesak dapat diamati pada tuturan di bawah ini.
(5)
Pembeli: “Wes, satu tiga lima. (Udah, satu tiga
lima.)”
Konteks tuturan tersebut terjadi ketika pembeli menawar harga baju.
Pembeli berusaha keras untuk mendapatkan baju dengan harga yang lebih murah
dari harga yang diberikan oleh pedagang, yaitu seratus lima puluh lima ribu
rupiah. Melalui tuturan (5) pembeli berusaha menawar harga baju sesuai dengan
yang dikehendakinya dengan nada mendesak. Kata wes (udah) yang diucapkan
pembeli dengan nada mendesak yang terdapat pada tuturan (5) dapat dikatakan
sebagai penanda adanya makna desakan pada tuturan tersebut.
Adapun tindak
direktif memerintah dapat diamati pada tuturan pembeli pakaian di bawah ini.
(6)
Pembeli : “Pasno!
Wes gak seneng towo-towo. (Paskan! Sudah tidak suka
tawar-menawar.)”
Pada tuturan tersebut pembeli memerintah pedagang untuk memberikan
harga pas pada celana yang hendak dibeli karena dia tidak suka menawar. Kata pasno!
(Paskan!) yang terdapat pada data di atas menandai kalimat tersebut
merupakan kalimat bermakna memerintah karena diakhiri dengan tanda seru (!). Tanda
seru merupakan ciri kalimat yang mengandung makna perintah.
Tindak direktif
berwujud memohon dapat diamati pada tuturan pedagang pakaian berikut.
(7)
Pedagang: “Tambai lima ribulah (Tambah lima ribulah.)”
Hal yang menandai tuturan (7) dikatakan sebagai tindak direktif
memohon adalah adanya partikel lah yang terdapat pada kata lima
ribulah. Partikel lah tersebut bermakna permohonan. Konteks terjadinya
tuturan (7) adalah ketika pembeli menawar harga celana merek chanel
dengan harga yang lebih murah dari yang ditetapkan pedagang, yaitu delapan
puluh ribu rupiah. Adapun harga yang ditetapkan pedagang sebesar sembilan puluh
lima ribu rupiah. Merasa harga yang dikehendaki pembeli terlalu murah, pedagang
memohon agar pembeli bersedia menaikkan harga celana sebesar lima ribu rupiah
dari harga sebelumnya.
Direktif
menantang yang digunakan pembeli dapat diamati pada tuturan di bawah ini.
(8)
Pembeli: “Moh. Nek oleh yo bungkusen. Gak oleh yo tak
golek liyane sek. (Tidak mau. Kalau
boleh ya silahkan dibungkus.
Kalau tidak boleh ya saya cari yang lainnya dulu.)”
Pada tuturan (8), konteks tuturan tersebut terjadi ketika pembeli
menawar harga baju. Pembeli berusaha keras untuk mendapatkan baju dengan harga
yang murah, tetapi pedagang tidak bisa memberikan harga baju sesuai dengan yang
diminta pembeli. Hal itu mengakibatkan pembeli menyatakan jika pedagang tidak
sepakat dengan harga yang diinginkannya maka dia akan membeli baju di pedagang
lain. Pernyataan yang disampaikan oleh pembeli di atas bermakna menantang
dengan tujuan agar pedagang mengabulkan permintaannya.
Tindak direktif
lainnya adalah berwujud membolehkan. Tindak tersebut dapat diamati pada tuturan
berikut.
(9)
Pedagang: “Iyo, ijolno gak popo. (Iya, tukarkan tidak apa-apa.)”
Konteks tuturan pada tuturan (9) terjadi ketika pembeli bimbang
dengan ukuran baju koko yang dibelinya. Ia takut baju koko yang dibeli untuk
suaminya kekecilan atau tidak muat. Untuk mengantisipasi hal tersebut pembeli
berinisiatif untuk membuat kesepakatan bersama pedagang dengan bertutur “Mene
nek sesek tak balekno yo. (Nanti kalau sesak saya kembalikan ya.)”.
Mendengar tuturan tersebut pedagang membolehkan pembeli untuk menukarkan
bajunya jika tidak muat. Makna membolehkan tersebut dapat dilihat pada kata iya
di atas. Kata iya bermakna persetujuan atas apa yang dikehendaki oleh
pembeli.
Wujud direktif
pertanyaan terdapat pada tuturan pedagang di bawah ini.
(10)
Pedagang: “Kaose kanggo sakpiro, Mbak? (Kaosnya untuk
ukuran berapa, Mbak?)”
Konteks tuturan di atas terjadi ketika pembeli bingung mencari
ukuran kaos untuk anaknya. Melalui tuturan (10) pedagang berusaha mencari tahu
berapa ukuran kaos yang dicari pembeli. Tuturan yang diutarakan pedagang di
atas semata-mata bukan hanya berupa pertanyaan melainkan di balik tuturan
tersebut ada maksud tertentu, yaitu setelah pedagang mengetahui berapa ukuran
kaos yang dicari pembeli, ia ingin menawarkan salah satu model kaos yang ada di
kiosnya.
Adapun tindak
direktif melarang yang ditemukan peneliti salah satunya adalah sebagai berikut.
(11)
Pembeli : “Ojok
seng sorot-sorot po’o. (Jangan yang garis- garis.)”
Konteks tuturan di atas terjadi ketika pedagang menawarkan kaos
merek domino dengan motif garis-garis tetapi pembeli tidak menyukainya. Pembeli
menolak kaos bermotif garis-garis tersebut dengan wujud tuturan melarang.
Perwujudan tuturan bermakna larangan tersebut dapat dilihat pada kata jangan
yang terdapat pada tuturan (11). Kata jangan merupakan ciri
penanda adanya makna larangan pada tuturan tersebut.
Salah satu
tindak direktif menolak dapat diamati
pada tuturan pembeli di bawah ini.
(12)
Pembeli: “Moh, wolu. (Tidak mau, delapan.)
Konteks
terjadinya tuturan di atas adalah ketika pembeli melakukan tawar menawar harga
dengan pedagang. Pada saat itu pedagang meminta kepada pembeli untuk menaikkan
harga celana yang ditawarnya menjadi delapan puluh lima ribu rupiah. Akan
tetapi, pembeli tidak mau mengabulkan permintaan pedagang dan tetap menghendaki
celana dengan harga delapan puluh ribu rupiah sehingga dia menolak. Penanda
adanya penolakan yang dilakukan oleh pembeli adalah adanya kata moh (Tidak
mau). Kata tidak mau dapat dikatakan sebagai ciri kalimat bermakna
penolakan.
Tindak Tutur Ekspresif antara Pedagang dan Pembeli Pakaian
Tindak tutur
ekspresif berfungsi menunjukkan atau menyatakan sikap psikologis penutur
terhadap keadaan tertentu. Pada penelitian ini tindak ekspresif berwujud
berterima kasih, meminta maaf, dan mengkritik.
Tindak
ekspresif berterima kasih terjadi ketika pembeli membayar pakaian yang hendak
dibeli. Tindak ekspresif tersebut dilakukan pembeli karena pedagang mengabulkan
permintaannya, yaitu memberikan potongan harga sesuai dengan yang dikehendaki. Untuk
mengungkapkan ekspresi rasa senangnya karena sudah mendapatkan potongan harga,
pembeli mengucapkan terima kasih kepada pedagang. Wujud terima kasih itulah
yang menandai adanya tindak ilokusi ekspresif berterima kasih. Hal tersebut dapat
diamati pada tuturan berikut ini.
(1)
Pembeli: “Yo, iki duwie. Suwon yo. Monggo.(Iya, ini
uangnya. Terima kasih ya. Mari.)”
Adapun tindak
ekspresif meminta maaf salah satunya adalah terdapat pada tuturan pedagang di
bawah ini.
(2)
Pedagang: “Sepurane, mboten kantok.
Wes nyangen saitik ae. Songo limo tak
potong limangewu. Dadi, sangang poloh. (Maaf, tidak boleh. Kamu tawar sedikit saja. Sembilan lima saya potong lima ribu. Jadi, sembilan puluh.)”
Tuturan
tersebut terjadi saat pembeli menawar celana dengan harga yang murah. Melalui
tuturan (2) pedagang menolak permintaan pembeli dengan melakukan tindak ilokusi
berupa ekspresif meminta maaf. Hal tersebut ditandai dengan adanya kata sepurane
(maaf) yang terdapat pada tuturan tersebut. Kata sepurane (maaf) menunjukkan
sikap psikologis pedagang terhadap pembeli dengan maksud meminta maaf karena
tidak bisa mengurangi harga celana terlalu banyak.
Tindak
ekspresif mengkritik terjadi ketika pedagang berusaha menawarkan model kaos
lengan panjang dengan bertutur “Iki, onok panjang. (Ini, ada yang panjang.)”.
Merasa tidak cocok dengan kaos yang ditawarkan oleh pedagang, pembeli
memberikan kritik dengan menyatakan kaos tersebut terlalu besar jika dipakai
anaknya karena badan anaknya kecil. Kritikan yang utarakan pembeli tersebut
bertujuan agar pedagang mencarikan model kaos yang lainnya. Uraian di atas
dapat kita amati pada tuturan di bawah ini.
(3)
Pembeli: “Kegeden iku. Awae cilik kok bocae. (Terlalu
besar itu. Badannya kecil
anaknya.)”
Tindak Tutur Komisif antara Pedagang dan Pembeli Pakaian
Tindak
tutur komisif merupakan tindak tutur yang digunakan untuk menyatakan janji atau
penawaran tertentu. Wujud tuturan komisif yang ditemukan peneliti pada tuturan
pedagang dan pembeli pakaian di antaranya adalah berjanji, bersumpah, dan
menawarkan sesuatu.
Tindak
komisif berjanji pada penelitian ini dilakukan oleh pembeli pakaian. Hal itu
dapat diamati pada tuturan berikut ini.
(1)
Pembeli: “Mene tak tukoni maneh, ojok kuwater. (Besok
saya beli lagi, jangan kuwatir.)”
Hal yang melatarbelakangi adanya tuturan (1) adalah karena pedagang
mengalami keraguan dalam mengambil keputusan ketika pembeli menawar celana dengan
harga sembilan puluh ribu rupiah. Mengetahui akan hal itu, pembeli memengaruhi
pedagang dengan berjanji akan membeli barang di kiosnya lagi. Pembeli
seakan-akan meyakinkan pedagang jika dia akan menepati janjinya. Tuturan (1)
selain bermakna berjanji juga memiliki tujuan tertentu, yaitu agar pedagang
memberikan celana dengan harga yang diinginkannya.
Sebaliknya,
komisif bersumpah ditemukan peneliti pada tuturan pedagang. Berikut salah satu
tuturannya.
(2)
Pedagang: “Mboten, Buk. Niku modele koyok hem, Buk.
Saestu kaine sae. (Tidak, Buk. Itu
modelnya seperti kemeja, Buk. Sumpah
kainnya bagus.)”
Ciri yang menandai tuturan (2) merupakan komisif bersumpah adalah
terdapat pada kalimat saestu kaine sae (Sumpah kainnya bagus).
Melalui kalimat tersebut pedagang bersumpah baju yang dijualnya memiliki
kualitas kain yang bagus. Tuturan yang diutarakan oleh pedagang di atas terjadi
ketika pembeli ragu dengan kualitas bahan baju koko yang hendak dibeli. Melalui
tuturan (2) yang mengandung makna bersumpah, pedagang meyakinkan pembeli dengan
maksud agar pembeli jadi membeli baju dagangannya.
Adapun tuturan
yang mencerminkan tindak komisif menawarkan sesuatu dapat kita amati pada tuturan
berikut ini.
(3)
Pedagang: “Kurang cilik onok loh. Uapik, Mbak. Barange
alusan, tapi nggeh awes. Seratus
enam puluh. Niku contoh mawon. (Kurang
kecil juga ada. Bagus, Mbak. Barangnya
halus, tetapi mahal. Seratus enam puluh. Itu
hanya contoh.)”
Pada tuturan (3), konteks tuturan terjadi ketika pembeli mengkritik
ukuran celana yang ditunjukkan pedagang terlalu besar. Memahami kritikan yang
disampaikan pembeli, pedagang berinisiatif menawarkan model celana yang lain
dengan kualitas yang lebih bagus tetapi harganya lebih mahal. Untuk memengaruhi
pembeli agar tertarik dengan celana yang ditawarkan, pedagang berusaha
meyakinkan pembeli dengan memberi tahu celana yang dia jual berbahan kain
halus.
Tindak Tutur Deklaratif antara Pedagang dan Pembeli Pakaian
Tindak
tutur deklaratif adalah tindak tutur yang menghubungkan antara isi tuturan
dengan kenyataannya. Wujud tindak deklaratif yang ditemukan peneliti di
lapangan meliputi berpasrah dan menggolongkan.
Tindak
deklaratif berpasrah dapat kita amati pada tuturan pedagang di bawah ini.
(1)
Pedagang: “Nggehpon, gae langganan, Buk. (Ya sudah,
untuk langganan, Buk.)”
Konteks tuturan tersebut terjadi ketika pembeli terus mendesak
pedagang agar pedagang memberikan harga baju sesuai yang diinginkannya. Selain
mendesak pembeli memberikan pernyataan yang membuat kuwatir pedagang, yakni
akan membeli baju di pedagang lain jika harga yang diinginkannya tidak
diberikan oleh pedagang. Oleh karena itu, pedagang mengalah dan pasrah dengan
harga yang dikehendaki oleh pembeli dengan harapan pembeli tersebut bisa
menjadi pelanggan tetapnya. Kata nggehpon (Ya sudah) pada tuturan (1)
merupakan ciri yang menandakan sikap
pasrah pedagang.
Adapun tindak
deklaratif menggolongkan yang dilakukan oleh pedagang salah satunya terdapat
pada tuturan berikut.
(2)
Pedagang: “Domino iku telong macem, Mbak. Onok seng
mahal, onok seng sedengan, onok
seng murah. (Domino itu tiga macam,
Mbak. Ada yang mahal, ada yang biasa, dan ada yang
murah.)”
Konteks terjadinya tuturan (2) adalah ketika pembeli tidak
mengetahui macam-macam kaos merek domino. Melalui tuturan (2) pedagang
menggolongkan macam-macam kaos domino berdasarkan harganya, yaitu ada yang
harga mahal, biasa, dan murah. Tuturan (2) tersebut bertujuan memberikan
informasi kepada pembeli dengan maksud agar pembeli dapat memilih kaos yang
sesuai dengan seleranya.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan
rumusan masalah dan hasil kajian tentang tindak tutur pedagang dan pembeli
pakaian di pasar tradisional Dukun Gresik, diperoleh simpulan sebagai berikut.
Tindak tutur ilokusi asertif ditemukan peneliti pada interaksi antara
pedagang dan pembeli pakaian di pasar tradisional Dukun Gresik berjumlah 74
tuturan. Tuturan tersebut berwujud menyatakan, mengeluh, mengakui, menunjukkan,
memberikan kesaksian, menyebutkan, berspekulasi, mengklaim, menegaskan, dan
memberi tahu. Ilokusi direktif ditemukan peneliti sebanyak 118 tuturan
dengan wujud tuturan meminta, mengajak, memaksa, menyarankan, mendesak,
memerintah, memohon, menantang, membolehkan, pertanyaan, melarang, dan menolak.
Adapun tindak ekspresif yang ditemukan peneliti meliputi berterima
kasih, meminta maaf, dan mengkritik dengan jumlah tuturan 18 tuturan. Tindak
komisif ditemukan peneliti dalam wujud tuturan berjanji, bersumpah, dan
menawarkan sesuatu. Jumlah tindak tersebut adalah 18 tuturan. Tindak deklaratif
hanya ditemukan peneliti dalam tuturan pedagang. Tindak tutur tersebut
berjumlah 8 tuturan, yaitu dalam bentuk berpasrah dan menggolongkan.
Saran
Berdasarkan
simpulan di atas, maka saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut. Bagi
peneliti selanjutnya, hendaknya penulisan tentang tindak tutur ilokusi asertif,
direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif dilakukan oleh penulis lain dengan
menggunakan objek atau konsep yang berbeda dari penulisan ini, misalnya
meneliti tindak tutur ilokusi asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan
deklaratif antara pedagang dan pembeli ikan di pasar. Jika pada penelitian ini
menggunakan konsep tindak ilokusi, peneliti selanjutnya hendaknya menggunakan
konsep tindak lokusi atau perlokusi. Bagi pedagang dan pembeli, dengan adanya
penelitian ini hendaknya mereka lebih peka terhadap konteks terjadinya sebuah
sehingga pedagang atau pembeli ketika berinteraksi dapat saling memahami isi
tuturan yang diutarakan.
DAFTAR
RUJUKAN
Marzuqi, Iib. 2016. Pragmatik: dari Teori, Pengajaran, hingga
Penelitiannya. Lamongan: CV Pustaka Ilalang Group.
Rahardi, Kunjana. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung:
Angkasa.
Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.