Minggu, 20 Januari 2019

ARTIKEL ILMIAH TINDAK TUTUR PEDAGANG DAN PEMBELI


Analisis Tindak Tutur Pedagang dan Pembeli Pakaian
di Pasar Tradisional Dukun Gresik
(Kajian Pragmatik)
Oleh
Siti Mudrikah

Abstrak: Penelitian tentang tindak tutur pedagang dan pembeli pakaian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya interaksi yang berlangsung antara pedagang dan pembeli dalam kegiatan jual beli pakaian dengan menggunakan tuturan secara tidak langsung. Tuturan tidak langsung tersebut mengandung tindakan yang mana hanya pedagang dan pembeli yang dapat memahami isi dan tujuannya sehingga peneliti tertarik untuk menelitinya. Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan tindak tutur asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif yang dilakukan oleh pedagang dan pembeli pakaian. Hasil penelitian ini meliputi (1) wujud penggunaan tindak asertif yang dilakukan pedagang dan pembeli pakaian sebanyak 74 tuturan yang meliputi menyatakan, mengeluh, mengakui, menunjukkan, memberikan kesaksian, menyebutkan, berspekulasi, mengklaim, menegaskan, dan memberi tahu; (2) tindak tutur ilokusi direktif digunakan pedagang dan pembeli pakaian dengan jumlah 118 tuturan. Wujud tuturan tersebut adalah meminta, mengajak, memaksa, menyarankan, mendesak, memerintah, memohon, menantang, membolehkan, pertanyaan, melarang, dan menolak; (3) tindak tutur ilokusi ekspresif yang digunakan pedagang dan pembeli pakaian berjumlah 18 tuturan dengan wujud berterima kasih, meminta maaf, dan mengkritik; (4) tindak tutur ilokusi komisif yang digunakan pedagang dan pembeli pakaian sebanyak 18 tuturan. Tuturan tersebut mencakup berjanji, bersumpah, dan menawarkan sesuatu; (5) tindak ilokusi deklaratif hanya ditemukan peneliti dalam tuturan pedagang dengan jumlah 8 tuturan, yaitu berpasrah dan menggolongkan.

Kata Kunci: Tindak tutur, tindak ilokusi, asertif, direktif, ekspresif,           komisif, deklaratif, pedagang pakaian, pembeli pakaian

Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang isinya menyatakan sesuatu, jenis komunikasinya bersifat interpersonal sedangkan isinya mengandung tindakan. (Tarigan, 2009:35). Tindak tutur ilokusi sering dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya dapat ditemukan pada aktivitas jual beli pedagang di pasar. Dalam kegiatan jual beli antara pedagang dan pembeli pakaian banyak menggunakan tuturan-tuturan tidak langsung. Tuturan tidak langsung tersebut hanya mereka yang dapat memahami maksud dan tujuannya. Dikatakan tuturan tidak langsung karena bentuk tuturan tidak sesuai dengan fungsi tuturan tersebut. Misalnya, tuturan berbentuk deklaratif tetapi berfungsi imperatif, tuturan introgatif memiliki fungsi memerintah, dan sebagainya. Hal tersebut penting untuk dilakukan penelitian.  
Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tindak tutur asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif yang dilakukan oleh pedagang dan pembeli pakaian di pasar tradisional Dukun Gresik. Bagi pedagang dan pembeli, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pengertian dan pemahaman dengan tepat mengenai sebuah tuturan yang memiliki makna tersirat.
Tindak tutur pedagang dan pembeli pakaian dapat dikaji dalam kajian tindak tutur ilokusi karena tuturan-tuturan yang digunakan pedagang maupun pembeli mengacu pada makna tersirat dalam suatu tuturan. Searle (dalam Marzuqi, 2016:109) menggolongkan tindak tutur ilokusi ke dalam lima wujud tuturan, yaitu asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif.
Menurut Rahardi (2009:17), yang dimaksud dengan tindak tutur asertif adalah bentuk tutur yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang sedang diungkapkannya dalam tuturan itu. Wujud tutur asertif mencakup menyatakan, menyarankan, membual, mengeluh, menuntut, mengakui, menunjukkan, melaporkan, memberikan kesaksian, menyebutkan, berspekulasi, dan mengklaim. Adapun tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan oleh penuturnya untuk membuat pengaruh agar lawan tutur melakukan tindakan-tindakan yang dikehendakinya. Jenis tuturan ini antara lain tuturan meminta, mengajak, memaksa, menyarankan, mendesak, menyuruh, menagih, memerintah, memohon, menantang, dan memberi aba-aba. Yule (2006:93) berpendapat bahwa tindak tutur ekspresif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur. Tindak tutur tersebut mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian, atau kesengsaraan. Marzuqi (2010:111) menyatakan tindak tutur komisif merupakan tindak tutur yang digunakan untuk menyatakan janji atau penawaran tertentu seperti berjanji, bersumpah, menyatakan kesanggupan, dan menawarkan sesuatu. Menurut Marzuqi (2016:112), tindak tutur deklaratif adalah tindak tutur yang menghubungkan antara isi tuturan dengan kenyataannya, misalnya berpasrah, memecat, mambabtis, memberi nama, mengangkat, mengucilkan, menggolongkan, mengampuni, memaafkan, dan menghukum.

METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif postpositivisme yang bersifat deskriptif. Data dalam penelitian ini berupa tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan yang dihasilkan antara pedagang dan pembeli pakaian. Data yang dimaksud adalah tuturan pedagang dan pembeli pakaian di pasar tradisional Dukun Gresik yang berupa tindak tutur ilokusi, yaitu asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif. Data tersebut berupa kata-kata dan tindakan. Adapun sumber data pada penelitian ini adalah pedagang dan pembeli pakaian di pasar tradisional Dukun Gresik. Penelitian tersebut berlangsung selama satu bulan dan secara keseluruhan setting yang digunakan adalah pasar tradisional Dukun Gresik. Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi, rekam, simak, dan catat dengan menggunakan instrumen penelitian lembar observasi, alat perekam, dan lembar korpus data.
Adapun prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: (1) menetapkan fokus penelitian; (2) menetapkan setting penelitian. Setting dalam penelitian ini adalah pasar tradisional Dukun Gresik; (3) melakukan observasi atau pengamatan terhadap tuturan ilokusi yang berupa asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif yang digunakan pedagang dan pembeli pakaian; (4) merekam tuturan yang sedang diucapkan oleh pedagang dan pembeli pakaian; (5) menyimak tindak tutur ilokusi asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif yang telah diucapkan oleh pedagang dan pembeli pakaian; (6) mencatat tindak tutur ilokusi asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif antara pedagang dan pembeli pakaian dalam tabel korpus data.
Sesuai dengan pendekatan penelitian ini, yakni pendekatan deskriptif kualitatif, penganalisisan data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, yaitu mendeskripsikan data-data berupa tuturan lisan antara pedagang dan pembeli pakaian yang diperoleh dari lapangan dan selanjutnya dianalisis dan ditafsirkan sehingga pembaca dapat memahaminya. Adapun langkah-langkah konkret penganalisisan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) mentranskrip data yang diperoleh dari tuturan pada kertas apa adanya sehingga didapatkan data yang asli; (2) mengidentifikasi data yang terdapat pada lembar korpus data; (3) mengklasifikasikan data yang berupa tuturan ilokusi asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif antara pedagang dan pembeli pakaian; (4) menginterpretasi tindak tutur ilokusi asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif yang terjadi pada pedagang dan pembeli pakaian di pasar tradisional Dukun Gresik; (5) menganalisis tindak tutur ilokusi asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif yang terdapat pada lembar korpus data; (6) menyimpulkan tindak tutur ilokusi asertif antara pedagang dan pembeli pakaian di pasar Dukun Gresik.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tindak Tutur Asertif antara Pedagang dan Pembeli Pakaian
Tindak tutur asertif adalah tindak tutur yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang sedang diungkapkannya. Wujud tutur asertif yang ditemukan peneliti pada tuturan pedagang dan pembeli pakaian di pasar tradisional Dukun Gresik meliputi menyatakan, mengeluh, mengakui, menunjukkan, memberikan kesaksian, menyebutkan, berspekulasi, mengklaim, menegaskan, dan memberi tahu.
Tindak asertif menyatakan digunakan pedagang baju anak-anak ketika pembeli menawar harga baju dan celana sesuai dengan harga yang dikehendakinya, yaitu seratus ribu rupiah. Merasa harga yang diberikan kepada pembeli sudah sangat murah, pedagang menolak tawaran pembeli dengan memberikan informasi berupa pernyataan kalau harga seratus tiga puluh ribu rupiah merupakan harga yang diberikan kepada pembeli yang sudah menjadi pelanggannya. Pernyataan tersebut mempunyai tujuan, yaitu membuat pembeli merasa menjadi pelanggannya yang diberikan harga baju dan celana lebih murah dari pembeli yang lainnya. Uraian di atas dapat kita amati pada tuturan di bawah ini.
(1)          Pedagang:  Satos telong poloh wes harga langganan. (Seratus tiga    puluh sudah harga langganan.)”
Asertif mengeluh dilakukan pembeli ketika pedagang memberi tahu harga satu pasang baju jarek adalah seratus lima puluh lima ribu rupiah. Bagi pembeli, harga yang diberikan pedagang terlalu mahal. Pembeli menyampaikan keluhannya tersebut dengan cara membandingkan harga baju di pedagang lain jauh lebih murah, yaitu hanya seratus empat puluh ribu rupiah. Tuturan yang diutarakan pembeli tersebut tidak hanya bermakna mengeluh tetapi memiliki tujuan tertentu, yakni ingin mendapatkan baju dengan harga yang lebih murah dari harga yang ditetapkan pedagang. Analisis di atas dapat kita amati pada tuturan pembeli berikut ini.
(2)          Pembeli:   Halah cek adoe. Iku mau seng ndok kono cumak satos     patang poloh. Sayange gak cocok warnae. (Jauh sekali.      Itu tadi yang di sana hanya seratus empat puluh. Hanya       saja tidak cocok warnanya.)”
Adapun tindak asertif mengakui dapat diamati pada tuturan pembeli berikut ini.
(3)          Pembeli:   “Aku wingi gek tas tuku loh telong poloan. (Saya kemarin baru beli lo tiga puluhan.)”
Hal yang melatarbelakangi adanya tuturan (3) adalah ketika pedagang memberi tahu harga kaos yang ingin dibeli pembeli, yaitu empat puluh lima ribu rupiah. Menurut pembeli harga kaos tersebut terlalu mahal jika dibandingkan dengan harga kaos yang pernah ia beli sebelumnya. Melalui tuturan (3) pembeli mengaku pernah membeli kaos dengan merek dan model yang sama seperti yang ditawarkan pedagang hanya dengan harga tiga puluh ribu rupiah. Makna yang terdapat pada tuturan (3) tidak hanya memberikan pengakuan, tetapi ada makna lain, yaitu pembeli menginginkan pedagang memberikan kaos dengan harga tiga puluh ribu rupiah.
Kegiatan tindak asertif menunjukkan dapat kita temukan pada tuturan pedagang saat pedagang berusaha menunjukkan model celana pendek dengan berbagai macam pilihan warna, yaitu orange, biru, dan biru dongker. Tuturan pedagang tersebut tidak hanya sekedar menunjukkan berbagai warna celana pendek, melainkan memiliki maksud tertentu, yaitu memengaruhi pembeli agar tertarik dan mau membeli celana pendek yang ditawarkannya. Analisis di atas dapat kita amati pada tuturan berikut.
(4)          Pedagang:  “Onok, tapi yo seje ukuran. Iki onok orange, biru,             biru dongker. (Ada, tetapi beda ukuran. Ini ada orange, biru, dan biru dongker.)”
Tindak asertif memberikan kesaksian terdapat pada tuturan pembeli berikut ini.
(5)          Pembeli  :   “Iku seng koyok wingi nah, suwek. (Itu yang seperti        kemarin, sobek.)”
Konteks tuturan pada data nomor (5) terjadi ketika pedagang menunjukkan salah satu model celana kepada pembeli dengan bertutur “Onok seng ngene, rodok cilik. (Ada yang seperti ini, agak kecil.)”. Setelah mengetahui model celana dari pedagang, pembeli bukannya tertarik tetapi ia justru memberikan kesaksian dengan menginformasikan bahwa celana yang ditunjukkan pedagang modelnya sama dengan yang dia beli kemarin. Kesaksian yang diutarakan pembeli tersebut bertujuan agar pedagang menawarkan model celana yang lain.
Adapun asertif menyebutkan terdapat pada tuturan pedagang di bawah ini.
(6)          Pedagang:  Wes tak pasno ae. Satos suwidak mbek satos seket,        telongatos sepoloh. (Saya paskan saja. Seratus enam          puluh dengan seratus lima puluh, tiga ratus sepuluh.)”          
Konteks tuturan (6) terjadi ketika pembeli ingin mengetahui harga dua pasang rok. Melalui tuturan (6) pedagang menyebutkan masing-masing harga dua pasang baju yang ingin dibeli oleh pembeli. Hal tersebut dapat kita amati pada kalimat satos suwidak mbek satos seket, telongatos sepoloh. (Seratus enam puluh dengan seratus lima puluh, tiga ratus sepuluh.)” yang terdapat pada tuturan (6).
Asertif berspekulasi digunakan pembeli ketika pedagang menujukkan model celana pendek kepada pembeli kemudian pembeli memilih ukuran celana pendek untuk anaknya. Karena pembeli tidak tahu pasti berapa ukuran celana pendek anaknya, pembeli hanya dapat mengira-ngira. Hal tersebut terdapat pada tuturan di bawah ini.
(7)          Pembeli: “Iki pas koyoe. (Ini pas sepertinya.)”
Tindak mengklaim hanya ditemukan peneliti pada tuturan pedagang. Tuturan tersebut adalah:
(8)          Pedagang:  “Ukuran ageng niku, Buk. Sangang poloh gak oleh.          Pokok seratus ke atas, Buk. (Ukuran besar itu, Buk.             Sembilan puluh tidak boleh. Pokoknya seratus ke atas,         Buk.)”
Konteks tuturan (8) adalah ketika pembeli menawar harga celana. Pembeli menginginkan harga celana sebesar sembilan puluh ribu rupiah. Penanda tuturan (8) dikatakan sebagai tindak tutur asertif mengklaim adalah terdapat pada tuturan “Pokok seratus ke atas, Buk. (Pokoknya seratus ke atas, Buk.)”. Pada tuturan tersebut pedagang menetapkan dan menuntut harga celana yang dijual di atas seratus ribu rupiah. Tuturan tersebut memiliki maksud lain, yakni agar pembeli mau menaikkan harga celana dari harga yang sebelumnya.
Tindak tutur berwujud menegaskan dapat diamati pada tuturan pembeli di bawah ini.
(9)          Pembeli : “Iku ukuran L kan? (Itu ukuran L kan?)”
Pada tuturan di atas, pembeli takut jika baju koko yang ia beli untuk suaminya tidak muat. Agar tidak salah memilih ukuran baju, pembeli menanyakan kembali ukuran baju yang ia beli kepada pedagang. Pertanyaan tersebut dimaksudkan untuk menegaskan dan mencari kejelasan kepada pedagang terkait ukuran baju koko yang dibelinya.
Wujud tindak asertif memberi tahu yang digunakan oleh pedagang terdapat pada tuturan di bawah ini.
(10)      Pedagang: “Satu dua puluh angsal kurang, Buk. Gak oleh kurang       lak ramayana.” (Satu dua puluh boleh kurang, Buk.        Tidak boleh kurang itu ramayana.)
Pada tuturan tersebut, pedagang memberikan informasi sesuai dengan kenyataan di lapangan bahwa harga celana di ramayana tidak boleh ditawar. Sebaliknya, harga celana yang ia jual di pasar masih bisa ditawar. Pada tuturan tersebut pedagang bermaksud memberi tahu kepada pembeli bahwa harga celana yang dijual berkisar di bawah seratus dua puluh ribu rupiah. Hal itu dimaksudkan pedagang untuk mempengaruhi pembeli agar pembeli membeli celana yang dijual.

Tindak Tutur Direktif antara Pedagang dan Pembeli Pakaian
Tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang dimaksudkan oleh penuturnya untuk membuat pengaruh agar lawan tutur melakukan tindakan-tindakan yang dikehendakinya. Wujud tutur direktif yang ditemukan peneliti pada tuturan pedagang dan pembeli pakaian di pasar tradisional Dukun Gresik, yaitu meminta, mengajak, memaksa, menyarankan, mendesak, memerintah, memohon, menantang, membolehkan, pertanyaan, melarang, dan menolak.
Salah satu bentuk wujud tindak direktif meminta dapat diamati pada tuturan di bawah ini.
(1)      Pedagang:  “Durung oleh, Mbak. Tambahono limangewu yo?   (Belum            boleh, Mbak. Tambah lima ribu ya?)”
Tuturan tersebut tidak bermakna pertanyaan, tetapi mengandung makna meminta dengan maksud agar pembeli mau menaikkan harga kaos dan celana menjadi lebih mahal dari harga yang dikehendakinya. Harga yang dikehendaki pembeli adalah sembilan puluh ribu rupiah. Sebaliknya, pedagang merasa harga tersebut terlalu murah sehingga dia meminta uang tambahan sebesar lima ribu rupiah kepada pembeli.
Adapun tindak direktif mengajak adalah terdapat pada tuturan pembeli berikut.
(2)      Pembeli:   “Celonoe mau endi? Wes, ndang ayo ditotal karo kaos abu-  abu. (Celananya tadi mana? Sudah, ayo ditotal sama kaos      abu-abu.)”
Pada tuturan tersebut pembeli mengajak pedagang untuk menjumlah berapa harga celana dan kaos warna abu-abu. Ajakan pembeli tersebut dapat kita amati pada kalimat sudah, ayo ditotal sama kaos abu-abu. Pada tuturan tersebut pembeli melakukan tindak ilokusi direktif mengajak dengan ditandai adanya kata ayo pada kalimat tersebut. Kata ayo adalah ciri kalimat yang mengandung makna ajakan.
Tindak direktif memaksa yang dilakukan oleh pembeli pakaian di pasar tradisional Dukun Gresik di antaranya adalah terdapat pada tuturan berikut.
(3)      Pembeli:   “Wes, telongatos susuono sepoloh ewu. Wes, ndang age.      (Yasudah, tiga ratus kembalikan sepuluh ribu. Udah,          cepat.)”
Pada tuturan (3), konteks tuturan terjadi ketika pembeli menawar harga baju. Pembeli berusaha keras untuk mendapatkan baju dengan harga yang murah. Tuturan di atas dapat dikatakan sebagai tindak derektif berwujud memaksa karena pada tuturan tersebut pembeli seakan-akan memaksakan kehendaknya. Hal itu dapat diamati pada kalimat wes, ndang age (Udah, cepat). Kalimat wes ndang age (Udah cepat) yang terdapat pada tuturan (3) bukan merupakan kalimat perintah, melainkan kalimat paksaan. Kalimat tersebut bertujuan memaksa pedagang untuk memberikan harga baju sebesar dua ratus sembilan puluh ribu rupiah.
Berikut adalah salah satu tuturan direktif berwujud menyarankan yang dilakukan oleh pedagang pakaian di pasar Tradisional Dukun Gresik.
(4)      Pedagang:  “Oh, dua sembilan ae nek ngonow. (Oh, dua sembilan saja             kalau begitu.)
Konteks terjadinya tuturan (4) di atas adalah ketika pembeli mencoba celana ukuran dua puluh delapan yang ditawarkan pedagang tidak muat. Mengetahui hal itu, pedagang berusaha mempertahankan pembeli agar tidak pergi ke pedagang lain dengan cara memberikan saran kepada pembeli agar dia mengambil celana dengan ukuran yang lebih besar, yaitu ukuran dua puluh sembilan.
Bentuk direktif mendesak dapat diamati pada tuturan di bawah ini.
(5)      Pembeli:   “Wes, satu tiga lima. (Udah, satu tiga lima.)”            
Konteks tuturan tersebut terjadi ketika pembeli menawar harga baju. Pembeli berusaha keras untuk mendapatkan baju dengan harga yang lebih murah dari harga yang diberikan oleh pedagang, yaitu seratus lima puluh lima ribu rupiah. Melalui tuturan (5) pembeli berusaha menawar harga baju sesuai dengan yang dikehendakinya dengan nada mendesak. Kata wes (udah) yang diucapkan pembeli dengan nada mendesak yang terdapat pada tuturan (5) dapat dikatakan sebagai penanda adanya makna desakan pada tuturan tersebut.
Adapun tindak direktif memerintah dapat diamati pada tuturan pembeli pakaian di bawah ini.
(6)      Pembeli   :  “Pasno! Wes gak seneng towo-towo. (Paskan! Sudah tidak            suka tawar-menawar.)”
Pada tuturan tersebut pembeli memerintah pedagang untuk memberikan harga pas pada celana yang hendak dibeli karena dia tidak suka menawar. Kata pasno! (Paskan!) yang terdapat pada data di atas menandai kalimat tersebut merupakan kalimat bermakna memerintah karena diakhiri dengan tanda seru (!). Tanda seru merupakan ciri kalimat yang mengandung makna perintah.
Tindak direktif berwujud memohon dapat diamati pada tuturan pedagang pakaian berikut.
(7)      Pedagang:  “Tambai lima ribulah (Tambah lima ribulah.)”         
Hal yang menandai tuturan (7) dikatakan sebagai tindak direktif memohon adalah adanya partikel lah yang terdapat pada kata lima ribulah. Partikel lah tersebut bermakna permohonan. Konteks terjadinya tuturan (7) adalah ketika pembeli menawar harga celana merek chanel dengan harga yang lebih murah dari yang ditetapkan pedagang, yaitu delapan puluh ribu rupiah. Adapun harga yang ditetapkan pedagang sebesar sembilan puluh lima ribu rupiah. Merasa harga yang dikehendaki pembeli terlalu murah, pedagang memohon agar pembeli bersedia menaikkan harga celana sebesar lima ribu rupiah dari harga sebelumnya.
Direktif menantang yang digunakan pembeli dapat diamati pada tuturan di bawah ini.
(8)          Pembeli:   “Moh. Nek oleh yo bungkusen. Gak oleh yo tak golek        liyane sek. (Tidak mau. Kalau boleh ya silahkan           dibungkus. Kalau tidak boleh ya saya cari yang lainnya        dulu.)”
Pada tuturan (8), konteks tuturan tersebut terjadi ketika pembeli menawar harga baju. Pembeli berusaha keras untuk mendapatkan baju dengan harga yang murah, tetapi pedagang tidak bisa memberikan harga baju sesuai dengan yang diminta pembeli. Hal itu mengakibatkan pembeli menyatakan jika pedagang tidak sepakat dengan harga yang diinginkannya maka dia akan membeli baju di pedagang lain. Pernyataan yang disampaikan oleh pembeli di atas bermakna menantang dengan tujuan agar pedagang mengabulkan permintaannya.
Tindak direktif lainnya adalah berwujud membolehkan. Tindak tersebut dapat diamati pada tuturan berikut.
(9)          Pedagang:  “Iyo, ijolno gak popo. (Iya, tukarkan tidak apa-apa.)      
Konteks tuturan pada tuturan (9) terjadi ketika pembeli bimbang dengan ukuran baju koko yang dibelinya. Ia takut baju koko yang dibeli untuk suaminya kekecilan atau tidak muat. Untuk mengantisipasi hal tersebut pembeli berinisiatif untuk membuat kesepakatan bersama pedagang dengan bertutur “Mene nek sesek tak balekno yo. (Nanti kalau sesak saya kembalikan ya.). Mendengar tuturan tersebut pedagang membolehkan pembeli untuk menukarkan bajunya jika tidak muat. Makna membolehkan tersebut dapat dilihat pada kata iya di atas. Kata iya bermakna persetujuan atas apa yang dikehendaki oleh pembeli.
Wujud direktif pertanyaan terdapat pada tuturan pedagang di bawah ini.
(10)      Pedagang:  “Kaose kanggo sakpiro, Mbak? (Kaosnya untuk ukuran   berapa, Mbak?)”
Konteks tuturan di atas terjadi ketika pembeli bingung mencari ukuran kaos untuk anaknya. Melalui tuturan (10) pedagang berusaha mencari tahu berapa ukuran kaos yang dicari pembeli. Tuturan yang diutarakan pedagang di atas semata-mata bukan hanya berupa pertanyaan melainkan di balik tuturan tersebut ada maksud tertentu, yaitu setelah pedagang mengetahui berapa ukuran kaos yang dicari pembeli, ia ingin menawarkan salah satu model kaos yang ada di kiosnya.
Adapun tindak direktif melarang yang ditemukan peneliti salah satunya adalah sebagai berikut.
(11)      Pembeli   :  “Ojok seng sorot-sorot po’o. (Jangan yang garis-   garis.)”
Konteks tuturan di atas terjadi ketika pedagang menawarkan kaos merek domino dengan motif garis-garis tetapi pembeli tidak menyukainya. Pembeli menolak kaos bermotif garis-garis tersebut dengan wujud tuturan melarang. Perwujudan tuturan bermakna larangan tersebut dapat dilihat pada kata jangan yang terdapat pada tuturan (11). Kata jangan merupakan ciri penanda adanya makna larangan pada tuturan tersebut.
Salah satu tindak direktif menolak  dapat diamati pada tuturan pembeli di bawah ini.
(12)      Pembeli:   “Moh, wolu. (Tidak mau, delapan.)
Konteks terjadinya tuturan di atas adalah ketika pembeli melakukan tawar menawar harga dengan pedagang. Pada saat itu pedagang meminta kepada pembeli untuk menaikkan harga celana yang ditawarnya menjadi delapan puluh lima ribu rupiah. Akan tetapi, pembeli tidak mau mengabulkan permintaan pedagang dan tetap menghendaki celana dengan harga delapan puluh ribu rupiah sehingga dia menolak. Penanda adanya penolakan yang dilakukan oleh pembeli adalah adanya kata moh (Tidak mau). Kata tidak mau dapat dikatakan sebagai ciri kalimat bermakna penolakan.

Tindak Tutur Ekspresif antara Pedagang dan Pembeli Pakaian
Tindak tutur ekspresif berfungsi menunjukkan atau menyatakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan tertentu. Pada penelitian ini tindak ekspresif berwujud berterima kasih, meminta maaf, dan mengkritik.
Tindak ekspresif berterima kasih terjadi ketika pembeli membayar pakaian yang hendak dibeli. Tindak ekspresif tersebut dilakukan pembeli karena pedagang mengabulkan permintaannya, yaitu memberikan potongan harga sesuai dengan yang dikehendaki. Untuk mengungkapkan ekspresi rasa senangnya karena sudah mendapatkan potongan harga, pembeli mengucapkan terima kasih kepada pedagang. Wujud terima kasih itulah yang menandai adanya tindak ilokusi ekspresif berterima kasih. Hal tersebut dapat diamati pada tuturan berikut ini.
(1)      Pembeli:   “Yo, iki duwie. Suwon yo. Monggo.(Iya, ini uangnya.          Terima kasih ya. Mari.)”
Adapun tindak ekspresif meminta maaf salah satunya adalah terdapat pada tuturan pedagang di bawah ini.
(2)      Pedagang:  Sepurane, mboten kantok. Wes nyangen saitik ae. Songo limo tak potong limangewu. Dadi, sangang poloh. (Maaf,     tidak boleh. Kamu tawar sedikit saja. Sembilan lima saya     potong lima ribu. Jadi, sembilan puluh.)
Tuturan tersebut terjadi saat pembeli menawar celana dengan harga yang murah. Melalui tuturan (2) pedagang menolak permintaan pembeli dengan melakukan tindak ilokusi berupa ekspresif meminta maaf. Hal tersebut ditandai dengan adanya kata sepurane (maaf) yang terdapat pada tuturan tersebut. Kata sepurane (maaf) menunjukkan sikap psikologis pedagang terhadap pembeli dengan maksud meminta maaf karena tidak bisa mengurangi harga celana terlalu banyak.
Tindak ekspresif mengkritik terjadi ketika pedagang berusaha menawarkan model kaos lengan panjang dengan bertutur “Iki, onok panjang. (Ini, ada yang panjang.)”. Merasa tidak cocok dengan kaos yang ditawarkan oleh pedagang, pembeli memberikan kritik dengan menyatakan kaos tersebut terlalu besar jika dipakai anaknya karena badan anaknya kecil. Kritikan yang utarakan pembeli tersebut bertujuan agar pedagang mencarikan model kaos yang lainnya. Uraian di atas dapat kita amati pada tuturan di bawah ini.
(3)      Pembeli:   “Kegeden iku. Awae cilik kok bocae. (Terlalu besar itu.        Badannya kecil anaknya.)”

Tindak Tutur Komisif antara Pedagang dan Pembeli Pakaian
Tindak tutur komisif merupakan tindak tutur yang digunakan untuk menyatakan janji atau penawaran tertentu. Wujud tuturan komisif yang ditemukan peneliti pada tuturan pedagang dan pembeli pakaian di antaranya adalah berjanji, bersumpah, dan menawarkan sesuatu.
Tindak komisif berjanji pada penelitian ini dilakukan oleh pembeli pakaian. Hal itu dapat diamati pada tuturan berikut ini.
(1)      Pembeli:   “Mene tak tukoni maneh, ojok kuwater. (Besok saya beli      lagi, jangan kuwatir.)”
Hal yang melatarbelakangi adanya tuturan (1) adalah karena pedagang mengalami keraguan dalam mengambil keputusan ketika pembeli menawar celana dengan harga sembilan puluh ribu rupiah. Mengetahui akan hal itu, pembeli memengaruhi pedagang dengan berjanji akan membeli barang di kiosnya lagi. Pembeli seakan-akan meyakinkan pedagang jika dia akan menepati janjinya. Tuturan (1) selain bermakna berjanji juga memiliki tujuan tertentu, yaitu agar pedagang memberikan celana dengan harga yang diinginkannya.
Sebaliknya, komisif bersumpah ditemukan peneliti pada tuturan pedagang. Berikut salah satu tuturannya.
(2)      Pedagang:  “Mboten, Buk. Niku modele koyok hem, Buk. Saestu         kaine sae. (Tidak, Buk. Itu modelnya seperti kemeja, Buk.    Sumpah kainnya bagus.)”
Ciri yang menandai tuturan (2) merupakan komisif bersumpah adalah terdapat pada kalimat saestu kaine sae (Sumpah kainnya bagus). Melalui kalimat tersebut pedagang bersumpah baju yang dijualnya memiliki kualitas kain yang bagus. Tuturan yang diutarakan oleh pedagang di atas terjadi ketika pembeli ragu dengan kualitas bahan baju koko yang hendak dibeli. Melalui tuturan (2) yang mengandung makna bersumpah, pedagang meyakinkan pembeli dengan maksud agar pembeli jadi membeli baju dagangannya.
Adapun tuturan yang mencerminkan tindak komisif menawarkan sesuatu dapat kita amati pada tuturan berikut ini.
(3)      Pedagang:  “Kurang cilik onok loh. Uapik, Mbak. Barange alusan,        tapi nggeh awes. Seratus enam puluh. Niku contoh          mawon. (Kurang kecil juga ada. Bagus, Mbak.          Barangnya halus, tetapi mahal. Seratus enam puluh.         Itu hanya contoh.)”
Pada tuturan (3), konteks tuturan terjadi ketika pembeli mengkritik ukuran celana yang ditunjukkan pedagang terlalu besar. Memahami kritikan yang disampaikan pembeli, pedagang berinisiatif menawarkan model celana yang lain dengan kualitas yang lebih bagus tetapi harganya lebih mahal. Untuk memengaruhi pembeli agar tertarik dengan celana yang ditawarkan, pedagang berusaha meyakinkan pembeli dengan memberi tahu celana yang dia jual berbahan kain halus.

Tindak Tutur Deklaratif antara Pedagang dan Pembeli Pakaian
Tindak tutur deklaratif adalah tindak tutur yang menghubungkan antara isi tuturan dengan kenyataannya. Wujud tindak deklaratif yang ditemukan peneliti di lapangan meliputi berpasrah dan menggolongkan.
Tindak deklaratif berpasrah dapat kita amati pada tuturan pedagang di bawah ini.
(1)      Pedagang:  “Nggehpon, gae langganan, Buk. (Ya sudah, untuk             langganan, Buk.)”
Konteks tuturan tersebut terjadi ketika pembeli terus mendesak pedagang agar pedagang memberikan harga baju sesuai yang diinginkannya. Selain mendesak pembeli memberikan pernyataan yang membuat kuwatir pedagang, yakni akan membeli baju di pedagang lain jika harga yang diinginkannya tidak diberikan oleh pedagang. Oleh karena itu, pedagang mengalah dan pasrah dengan harga yang dikehendaki oleh pembeli dengan harapan pembeli tersebut bisa menjadi pelanggan tetapnya. Kata nggehpon (Ya sudah) pada tuturan (1) merupakan ciri yang menandakan sikap  pasrah pedagang.
Adapun tindak deklaratif menggolongkan yang dilakukan oleh pedagang salah satunya terdapat pada tuturan berikut.
(2)      Pedagang:  “Domino iku telong macem, Mbak. Onok seng mahal,        onok seng sedengan, onok seng murah. (Domino itu tiga   macam, Mbak. Ada yang mahal, ada yang biasa, dan ada     yang murah.)”
Konteks terjadinya tuturan (2) adalah ketika pembeli tidak mengetahui macam-macam kaos merek domino. Melalui tuturan (2) pedagang menggolongkan macam-macam kaos domino berdasarkan harganya, yaitu ada yang harga mahal, biasa, dan murah. Tuturan (2) tersebut bertujuan memberikan informasi kepada pembeli dengan maksud agar pembeli dapat memilih kaos yang sesuai dengan seleranya.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah dan hasil kajian tentang tindak tutur pedagang dan pembeli pakaian di pasar tradisional Dukun Gresik, diperoleh simpulan sebagai berikut. Tindak tutur ilokusi asertif ditemukan peneliti pada interaksi antara pedagang dan pembeli pakaian di pasar tradisional Dukun Gresik berjumlah 74 tuturan. Tuturan tersebut berwujud menyatakan, mengeluh, mengakui, menunjukkan, memberikan kesaksian, menyebutkan, berspekulasi, mengklaim, menegaskan, dan memberi tahu. Ilokusi direktif ditemukan peneliti sebanyak 118 tuturan dengan wujud tuturan meminta, mengajak, memaksa, menyarankan, mendesak, memerintah, memohon, menantang, membolehkan, pertanyaan, melarang, dan menolak. Adapun tindak ekspresif yang ditemukan peneliti meliputi berterima kasih, meminta maaf, dan mengkritik dengan jumlah tuturan 18 tuturan. Tindak komisif ditemukan peneliti dalam wujud tuturan berjanji, bersumpah, dan menawarkan sesuatu. Jumlah tindak tersebut adalah 18 tuturan. Tindak deklaratif hanya ditemukan peneliti dalam tuturan pedagang. Tindak tutur tersebut berjumlah 8 tuturan, yaitu dalam bentuk berpasrah dan menggolongkan.

Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut. Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya penulisan tentang tindak tutur ilokusi asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif dilakukan oleh penulis lain dengan menggunakan objek atau konsep yang berbeda dari penulisan ini, misalnya meneliti tindak tutur ilokusi asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif antara pedagang dan pembeli ikan di pasar. Jika pada penelitian ini menggunakan konsep tindak ilokusi, peneliti selanjutnya hendaknya menggunakan konsep tindak lokusi atau perlokusi. Bagi pedagang dan pembeli, dengan adanya penelitian ini hendaknya mereka lebih peka terhadap konteks terjadinya sebuah sehingga pedagang atau pembeli ketika berinteraksi dapat saling memahami isi tuturan yang diutarakan.

DAFTAR RUJUKAN

Marzuqi, Iib. 2016. Pragmatik: dari Teori, Pengajaran, hingga Penelitiannya. Lamongan: CV Pustaka Ilalang Group.
Rahardi, Kunjana. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.